Stasiun Lenteng Agung
Kulirik jam di pegelangan tangan ku berkali-kali, seolah-olah
takut jika jarum jam tanganku berputar dengan cepat tanpa sepengetahuan ku. Aku
berjalan setengah berlari menaiki tangga Jembatan Penyebrangan orang, karena
hari ini adalah hari pertamaku menjalani ospek di kampus dan aku tak mau jika
keterlambatanku ini membuat ku ditandai oleh para senior-senior di kampus ku.
Hari yang indah, sayangnya ku rusak dengan rasa
terburu-buru ku karena kesiangan bangun. Jam ditangan ku sudah menunjukan pukul lima
lewat dua menit dan aku sudah pasti ketinggalan kereta pertama yang menuju ke
Bogor. Dengan nafas yang masih belum beraturan, aku segera berlari menuju locket untuk membeli kartu multitrip ku, dan sialnya antrian di
depan loket sudah panjang mengular, tumben sekali.
Begitu aku antriaku persis di depan locket, aku
langsung saja mengatakan ingin membeli kartu multitrip dan membayar dengan uang pas
agar tidak memakan banyak waktu dan langsung cuss menuju peron yang kutuju.
Karena saking tergesa-gesa nya, aku sampai menubruk seorang lelaki yang mungkin
usianya tidak jauh diatas ku dengan tubuh tinggi tegap serta berkulit putih bersih .
Dan dengan spontanitas aku menatapnya dengan sinis dan berkata, “Auuu,
hati-hati dong kalau jalan,” ujar ku kesal sambil berlalu.
Dan benar saja ketika aku sampai di peron yang arah
menuju Bogor, keretanya sudah tinggal ekornya nya saja yang terlihat. “Aishhhh,
dikit lagi tuh padahal, jadi telat kan gue. Ahh gara-gara pake nabrak orang
segala si tadi!” kata ku mengerutu dalam hati.
Lagi-lagi ku tengok jam tanganku dengan kesal. “Hah…?
jam lima lewat 10 menit? Ah gila ini sih gue telat parah,” ucapku lirih sambil
menghentakkan kaki agak kencang. Tanpa kusadari rupanya laki-laki disebelahku
menengok kearah ku dengan tatapan yang dingin, mungkin kaget mendengar hentakan
kaki ku. Dan rupannya juga dia adalah laki-laki yang
kutabrak tadi sewaktu di depan peron. “Ahh sial benar gue hari ini,” mungkin
begitu lah kira-kira yang akan ku ucapkan ketika aku sampai kampus nanti, dan
ketika tau siapa sebenarnya laki-laki itu.
Lima menit kemudian kereta yang kutunggu pun datang.
Segera saja aku langsung loncat dari atas peron ke lantai kereta, khawatir
tidak mendapatkan tempat duduk, aku langsung lari dengan kecepatan penuh
mencari bangku-bangku kosong yang tersisa. Namun nihil, tidak ada satu pun bangku kereta yang
kosong, apalagi yang mau merelakan bangku nya untuk ku duduki. Akhirnya aku
menutuskan untuk berdiri saja menyender pada tiang pegangan di depan pintu
kereta. Dan alangkah terkejutnya aku melihat pantulan diriku di kaca kereta.
Muka lepek penuh keringat, kerudung putih segi empat yang ku modifikasi dengan
kerung merah cabai yang kulilitkan di atas kepala ku yang sudah tidak karuan
lagi bentuknya, baju polo putih yang kusambung dengan dalaman manset warna
senada serta tidak lupa rok hitam rempel sekolah yang kukenakan sudah basah
oleh keringat ku. Totebag denga isi yang menggembung sudah melingkar tak karuan
talinya dipundakku. Padahal jika ku ingat-ingat ini baru jam setengah enam pagi,
tapi rasa-rasanya badan dan pikiranku sudah lelah sekali.
Waktu ku tinggal tersisa lima belas menit lagi sebelum
kegiatan ospek ku dimulai, dan aku masih setia berdiri didalam gerbong kereta
ini. Berdempet-dempetan dengan para penumpang lain, laki perempuan campur baur
menjadi satu. Risih sebenarnya aku jika harus menaiki kereta yang isi
gerbungnya penuh sesak seperti ini. Tapi ya mau bagaimana lagi, hanya
transportasi ini lah yang yang sangat memudahkan jika harus sampai tujuan
dengan cepat, apalagi mengingat jarak rumah dan kampusku yang lumayan jauh ini.
Kadang-kadang aku juga merasa paranoid jika kerena sedang penuh-penuhnya,
karena sekarang ini sedang maraknya pelecehan seksual, penculikan dan
pencopetan yang terjadi didalam gerbong kereta. Modusnya bermacam-macam, mulai
dari sok kenal atau yang biasa kita sebut dengan SKSD pelaku dengan korban yang
diincarnya, dengan hipnotis, ancaman, maupun dengan paksaan.
Masih ada dua stasiun lagi sebelum aku sampai di
stasiun tujuan ku. Dan sekarang waktu telah menunjukan pukul lima lewat dua
puluh lima menit. Tersisa sepuluh menit lagi sebelum acara ospek ku dimulai.
Kuperhatikan orang-orang disekitarku, mereka pada sibuk dengan dunia nya
sendiri. Ada yang meneruskan tidurnya, ada yang sibuk dengan gadget ya, ada yang asik membaca koran,
membaca novel, asik sarapan karna mungkin tadi pagi ia belum sempat sarapan
atau mungkin sama dengan ku karena kesiangan.
Setelah dari tadi resah selama diperjalanan, akhirnya
keretaku sampai di stasiun yang kutuju. Aku langsung menghambur keluar pintu
kereta dan menuju pintu keluar stasiun dengan berjalan cepat. Begitu sampai
dipinggir jalan langsung saja aku memesan ojek online melalui aplikasi di smartphone ku. Dan untungnya pengemudi
nya tidak berada jauh dari lokasi ku saat ini, jadinya waktu ku tidak terbuang
sia-sia untuk menungguu. Langsung saja aku naik dan mengarahkan pengemudinya
menuju kampusku.
Dan benar saja begitu aku sampai didepan kampusku, sudah
ramai para mahasiswa baru dibariskan didepan gerbang. Para panitia yang juga
berkumpul di depan gerbang pn langsung melihat kearah ku begitu aku turun dari
motor ojek online ku. Tatapan sinis dari para [anitia ospek langsung menyambut
kedatanganku.
“Permisi kak.. maaf aku telat. Aku masih boleh ikut
gabung gak?” kata ku berusaha sesopan mungkin. “Siapa nama lo? Kenapa lo bisa
telat? Emangnya kurang jelas kemaren gua ngasih tau lo pas TM kita masuk jam
berapa hari ini? Hah!” kata senior cewe berambut panjang dengan sangat sinis,
seolah-olah aku ingin ditalannya bulat-bulat. “Maaf kak, saya kesiangan tadi
pagi, karena semalem tidur larut banget gara-gara nyiapin persiapan untuk hari
ini kak”, kata ku mencoba menjelaskan. “Jadi sekarang lo nyalahin gua gara-gara
nyuruh kalian bawa itu perlengkapan? Coba lo pikirin baik-baik deh, itu
perlengkapan buat kepentingan siapa coba? Hah! Buat lo sama temen-temen lo juga
kan?” “Iya kak maaf..” kata ku pasrah, dari pada kena omel lagi.
“Eh Sel..! udah buruan, mending lo suruh tu anak maju
kedepan sini aja deh, kasianan nih temen-temennya berdiri nungguin dia doang!”
teriak salah satu panitia yang ada di depan barisan mahasiswa, aku gk tau itu
siapa karena badannya kehalangan oleh barisan mahasiswa baru. “Udah sono deh lu
ke depan, kesel banget gua pagi-pagi udah bikin kesel aja”, aku pun menuruti
perintahnya untuk maju ke depan barisan, ke hadapan seluruh temen-teman baru
ku. Didepan barisan udah ada seorang panitia cowo yang menungguku.
Eh tapi… aku kayak pernah liat mukanya gitu, dimana
ya?? “Sini lu! Pandu nih temen-temen lo nyanyi mars kampus.” “Eh?” kata ku
gugup. “Kenapa? Lo gk mau? Apa lo gak bisa? Jangan-jangan gk lo afalin lagi
lagu yang dibagiin kemaren”, “Gak gitu kak, udah gua baca kok semalem, tapi
lupa lagi” kata ku sambil menatap matanya. Dan… iya! Dia cowo yang gua tabrak
distasiun tadi pagi. Alamakkk… gawat ini sih kalo dia sampe sadar gua yang
nabrak dia tadi pagi. “Ya Allah, jangan dia beri ingatan yang tadi pagi ya
Allah” bisik ku dalam hati.
“Wahh, ni anak bener-bener yaa, udalahh minta maaf aja
deh lo ke temen-temen lo tuh gara-gara lo terlambat.” Katanya frustasi.
“TEMEN-TEMEN GUA MINTA MAAF YA KARENA TERLAMBAT DAN MEMBUAT KALIAN MENUNGGU !”,
kata ku teriak biar yang barisan belakang kedengeran. “Ulangin! Temen lo yang
pojok belakang belom denger tuh, masih bengong dia”, mau gak mau aku
menurutinya.
Kemudian kami dibawa masuk kedalam kampus dan
mengikuti kegiatan ospek dengan semestinya. Dan hari ini aku kena banyak omel
dari para senior panitia ospek, karena ada saja kelakuan ku yang salah dimata
mereka. Mulai dari kaos kaki yang tidak mengikuti aturan, rok hitam ku yang
bukan rempel, ikat pinggang ku yang ketinggalan, lupa menyapa senior ketika
jalan, dan lain-lain. Tapi yang aku syukuri ternyata di kampus ini ospeknya
tidak memakai kekerasan. Sepanjang hari ini kami para mahasiswa baru diajak
berkeliling mengelilingi kampus kami dengan didampingi oleh para mentor. Dan
mentor yang mendampingi kelompok ku adalah cowo yang tadi pagi ku tabrak di
stasiun. Yang ternyata bernama Aldhy, mahasiswa semester enam, jurusan
Penerbitan.
Sepanjang jalan aku terus berdoa agar cowo itu tidak
mengenali wajahku. Karena jika ia mengenali ku, bisa-bisa aku diteror sepanjang
ospek oleh para senior karena berani-berani berkata sinis padahal aku yang
salah. “Nih kalo yang ini itu ruang produksi dan ruang sablon, jangan sampai
lupa ya”, “Iya kak…,” jawab kami serentak, namun aku tidak berani menatapnya
lagi, takut ketahuan.
“Eh itu yang dibelakang! ngapain si gua liatin buang
muka mulu,” aku menengok belakang mencari orang yang kak Aldhy maksud, tapi
anehnya anak-anak yang lain malah melihat ke arah ku. Akhirnya aku sadar bahwa
yang kak aldhy maksud itu adalah aku. “Hah? Gua kak?”. “Iyalah, siape lagi? Elu
ngapain buang muka mulu kalo gua liatin? Lu ada masalah ama gua? Apa lu masih
kesel gara-gara tadi pagi lu nabrak gua distasiun?” kata kak Aldhy nyerocos.
Jleb… “Jadi dari tadi kak Aldhy sadar kalo gua yang nabrak dia tadi pagi, duh
ahhh abis aja nih gua hari ini” kata ku dalam membatin. “Ah enggak kok kak,
perasaan kak Aldhy doang kali ahh”, kata ku nyengir kuda.
Kami pun melanjutkan perjalanan tour campus lagi, tapi lagi-lagi kak Aldhy selalu melirik ke arah
ku setiap kali ia menjelaskan setiap sudut kampus. Aku pun berusaha bersikap
biasa saja karena takut terkena teguran lagi olehnya. Setelah selesai
mengelilingi kampus, kami pun diberi waktu untuk sholat Maghrib dan makan malam.
Setelah itu kami pun dipersilahkan untuk pulang kerumah masing-masing.
Untung saja teman se-cluster ku pulangnya naik kereta
juga, jadi nya aku tidak sendirian berjalan kaki menuju stasiun. Setelah sampai
di stasiun aku dan teman ku pun berpisah, aku berjalan ke peron arah Kota
sedangkan teman ku berjalan ke peron yang arah Bogor. Aku memutuskan duduk
dibangku yang posisinya persis di tengah tengah peron, agar memudahkan ku
ketika ingin naik dan keluar.
Kali ini suasana Stasiun cukup sepi tidak seperti
biasanya. Hanya tinggal beberapa orang saja yang ada diperon menuju kota, dan
salah satunya cowo yang baru datang itu. Iya dia cowo yang tadi pagi gua
tabrak, dan ternyata dia juga senior gue di kampus. Spontan aja gue langsung
buang muka, pura-pura enggk ngeliat dia.“Lagi lagi buang muka…”, tiba-tiba dia
sudah duduk dibangku sebelah ku, sambil berkata seperti itu dengan cengirannya.
“Eh kak Aldhy, kapan dateng nya kak?” kata ku pura-pura bodoh.
“Mau sampai kapan kamu buang muka terus?” katanya
lembut. “Ehh…”, kata ku gelagapan. “Eh iya kak maaf…, gk ada maksud apa-apa
sebenernya, cuma gk enak aja gara-gara insiden tadi pagi di Stasiun Lenteng.”
Kata ku menyesal. “Hahaha lagian ngapain amat sih dipikirin terus, gue aja udah
lupa kok,” “Ya abisnya gue gk enak aja gitu kan, padahal tadi pagi kan gua yang
salah nabrak lo gara-gara gak liat jalan, eh gara-gara gua buru-buru jadinya
malah gue yang kesel sama lo kak, sekali lagi gua minta maaf ya kak,” kata ku
memelas. “Hahaha terharu gue jadinya, udah sih biasa aja. Udah gue maafin kok
tenang aja”,
Enggak berasa udah berapa kali kereta lewat, aku
sampai tidak sadar saking serunya bercakap-cakap dengan kak Aldhy tentang ospek
di kampus. Jujur saja, berbincang-bincang dengan nya sangat asyik dan
menyenangkan, apalagi kak Aldhy adalah kakak tingkat ku di jurusan yang ku
pilih, pasti ia orang yang sangat berwawasan karena apa yang diucapkannya
selalu bisa aku ambil pelajarannya.
Begitu kereta arah Kota datang, aku dan kak Aldhy
langsung bergegas naik., dan kemudian turun bersamaan di stasiun lanteng. “
Mil, besok biar gk telat berangkatnya janjian disini aja ya bareng gue jam
4.45, gimana?, “Wah boleh tuh kak, yaudah gue duluan ya,” dan kami berpisah,
aku kearah kanan dan kak Aldhy kea rah kiri.
Dan sampai dengan seterusnya kami sudah terbiasa untuk
janjian di stasiun ini, stasiun Lenteng Agung. Bahkan sampai ada yang kurang
jika aku berangkat sendirian kalau kak Aldhy sedang libur kuliah. Dan
kadang-kadang bahkan kak Aldhy sampai rela ikut bangun pagi hanya untuk nemenin
aku disepanjang pejalanan kereta, walaupun ia sedang libur.
Komentar
Posting Komentar